DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR RI) ATAU DEWAN
LEGISLASI YANG TIDAK SEPENUHNYA MEMEGANG
KEKUASAAN PENUH PEMBUAT UNDANG-UNDANG
Penulis : Nandang Krisna Saktiokta
NPM : 14400014
ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2015/2016
ABSTRAK
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau dewan legislasi merupakan Dewan yang memiliki
fungsi memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Dewan legislasi atau DPR-RI merupakan salah satu lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR memiliki
kekuasaan membentuk Undang-Undang seperti
hal yang telah tercantum dalam Pasal 20 (ayat 1) UUD 1945
bahwa, “Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)memegang
kekuasaan membentuk undang-undang”. Dalam perannya dipemerintahan negara Indonesia, DPR tidak memiliki kekuasaan penuh dalam membuat
Undang-Undang. Adanya beberapa faktor yang menyebabkan DPR tidak sepenuhnya mempunyai kekuasaan dalam merancang dan membuat Undang-Undang, meskipun telah
disebutkan
didalam Pasal 22 (ayat 1) UUD 1945
bahwa DPR mempunyai fungsi legislasi. Maka dari itu, perlunya adanya analisis mengenai tugas, fungsi, hak,
serta kewajiban DPR agar didapatkan alasan DPR bukan sebagai pemegang kuasa
penuh pembentuk Undang-Undang.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau biasa
disebut DPR-RI adalah merupakan satu lembaga tinggi pemerintahan Negara Republik Indonesia
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang merupakan salah satu lembaga
perwakilan rakyat. DPR terdiri dari anggota-anggota
partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum atau Pemilu. DPR memiliki
tugas, fungsi, hak, serta kewajiban yang harus atau wajib dilaksanakan
oleh para anggota DPR tersebut
setiap periode jabatannya.
DPR
memiliki tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan dalam perannya sebagai wakil
rakyat yakni sebagai berikut
:
1. Hak Interpelasi: hak DPR
untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2. Hak Angket: hak DPR
untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak DPR
untuk menyatakan pendapat atas:
- kebijakan
pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air
atau di dunia internasional;
- tindak
lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
- dugaan
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Selain
ketiga hak yang dimiliki oleh DPR diatas,
para anggota DPR juga memiliki hak dan
kewajiban sebagai berikut :
Hak Anggota DPR terdiri dari:
- hak
mengajukan usul rancangan undang-undang;
- hak
mengajukan pertanyaan;
- hak
menyampaikan usul dan pendapat;
- hak
memilih dan dipilih;
- hak
membela diri;
- hak
imunitas;
- hak
protokoler;
- hak
keuangan dan administratif;
- hak
pengawasan;
- hak
mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dapil;
- hak
melakukan sosialisasi undang-undang.
Kewajiban Anggota DPR adalah:
- memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila;
- melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan;
- mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
- mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
- memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat;
- menaati
prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
- menaati
tata tertib dan kode etik;
- menjaga
etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
- menyerap
dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
- menampung
dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
- memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya.
Tugas dan
Wewenang
Terkait pada fungsi legislasinya, DPR memiliki tugas dan wewenang, yakni :
- Menyusun
Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
- Menyusun
dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
- Menerima
RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan
daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA
dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
- Membahas
RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
- Menetapkan
UU bersama dengan Presiden
- Menyetujui
atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan
Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Tugas dan wewenang DPR yang lainnya,
antara lain:
- Menyerap,
menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
- Memberikan
persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat
perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota
Komisi Yudisial.
- Memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi;
(2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
- Memilih
Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
- Memberikan
persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan
ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
- Memilih
3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden
Salah
satu hal yang sangat penting yang harus
dibahas disini ialah mengenai
fungsi legislasi DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, yaitu memegang kekuasaan
pembuat Undang-undang. Mengapa hal ini perlu dibahas? Karena DPR tidak bisa
berdiri sendiri dalam hal membuat Undang-Undang. Bukan kekuasaan penuh DPR
untuk membuat Undang-Undang. Dalam artikel ini, akan dijelaskan kenapa DPR
tidak memiliki fungsi sepenuhnya
atas pembuatan Undang-Undang sesuai dengan fungsi legislasinya.
Rumusan masalah
Berdasarkan
uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah artikel ini adalah :
1. Sistem
ketatanegaraan menurut UUD 1945 : DPR memegang kekuasaan pembentuk UU (Pasal 20
ayat 1). Tetapi pada prakteknya DPR
tidak sepenuhnya memegang kekuasaan penuh , apa buktinya bahwa DPR tidak
memegang kekuasaan penuh dalam pembuatan undang-undang ?
2. Mengapa
DPR memang seharusnya tidak memegang kekuasaan penuh pembentuk undang-undang ?
Tujuan
Tujuan dari ditulisnya artikel ini
adalah :
1.
Memenuhi salah
satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah SANI (Sistem Administrasi Negara
Indonesia)
2. Menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa
tentang sistem ketatanegaraan Indonesia.
3. Memberikan
pemahaman tentang arti penting DPR (parlemen) dalam pemerintahan Indonesia.
Ø PEMBAHASAN
1. Bukti Dimana
DPR Tidak Sepenuhnya Menjadi Pemegang Kekuasaan Penuh Pembuat Undang-Undang
Sebelum Amandemen
UUD 1945
Dalam masa pemerintahan Orde Baru
(Soeharto), kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan Presiden. DPR hanya
sekedar memberikan persetujuan atas undang-undang itu. Sehingga, ketika Pasal 2
ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa "susunan MPR di tetapkan dengan
undang-undang" , maka pemerintah soeharto menyusun MPR dengan
cara mengangkat 60 persen dari fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI), Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Pemerintahan orde baru memang boleh
dikatakan telah berhasil membongkar bangunan idealitas dari masing-masing
institusi dari penyelenggara negara, dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan
untuk mengamankan posisi eksekutif (Presiden). Seluruh institusi berhasil
dimasuki dan dikontrol agar selalu mendukung dan mengamankan posisi sang
Presiden. alhasil orde baru berhasil dikuasai Presiden Soeharto selama 32
tahun, walaupun UUD 1945 telah ditafsirkan secara sepihak olehnya.
Dalam fungsi legislasi pada masa
orde baru, kekuasan membuat undang-undang dipegang oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang untuk berlakunya undang-undang
itu harus mendapat pengesahan terlebih dahulu oleh Presiden. Sehingga, semua
undang-undang yang disahkan tidak akan merugikan kekuasaan presiden, yang apabila
ada undang-udang yang disinyalir merugikan Presiden, pasti tidak akan disahkan
olehnya, seperti nasib undang-undang penyiaran dan sebagainya .
DPR
setelah Amandemen
Adanya amandemen terhadap UUD 1945 sangat
memepengaruhi posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah
satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk Undang-Undang,
yang sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuan
saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga
legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta
mekanisme pembentukan Undang-Undang. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga
mempertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
Perubahan sebelum amandemen dan sesudah amandemen tersebut
dapat disimpulkan menjadi Salah satu perubahan substantif yang telah
dilakukan dalam rangka Perubahan Pertama UUD 1945 pada Sidang Umum MPR bulan
November 1999 adalah soal cabang kekuasaan legislatif yang secara tegas
dipindahkan dari Presiden ke DPR. Dalam Pasal 5 ayat (1) lama, ditegaskan bahwa
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.” Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) baru berdasarkan Perubahan
Pertama tersebut ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Sebaliknya dalam Pasal 20 ayat
(1) baru dinyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang.”
Memang benar bahwa meskipun dikatakan pemegang kekuasaan membentuk UU itu dipindahkan ke DPR, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa proses pembuatan UU itu tetap dilakukan bersama-sama antara Presiden dengan DPR. Lagi pula, meskipun UU ditetapkan oleh DPR, kekuasaan yang mengesahkan menurut ketentuan Perubahan Pertama UUD tetap berada di tangan Presiden. DPR dan Presiden dalam hal ini, Kekuasaan legislatif tetap berada di tangan DPR, namun pengesahan formal produk UU itu dilakukan oleh Presiden. Hal ini justru menunjukkan adanya perimbangan kekuasaan diantara keduanya, yaitu hak Presiden untuk menveto suatu UU yang sudah ditetapkan oleh DPR. Untuk menegaskan hal inilah maka dalam Perubahan Kedua ketentuan Pasal 20 itu ditambah dengan ayat (5) yang memberikan waktu 30 hari bagi Presiden untuk mengesahkan UU itu. Jika dalam batas waktu itu tidak disahkan, maka RUU tersebut dianggap berlaku menjadi UU. Proses pembuatan UU itu dilakukan bersama-sama dalam artian pada tahap pembahasan di DPR, pihak pemerintah sudah terlibat intensif. Akan tetapi, dapat terjadi, bahwa suara partai pemerintah di DPR dikalahkan oleh suara oposisi. Dalam hal ini, maka Presiden dapat menggunakan hak vetonya untuk tidak mengesahkan UU yang sudah disetujui oleh DPR tersebut.
Memang benar bahwa meskipun dikatakan pemegang kekuasaan membentuk UU itu dipindahkan ke DPR, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa proses pembuatan UU itu tetap dilakukan bersama-sama antara Presiden dengan DPR. Lagi pula, meskipun UU ditetapkan oleh DPR, kekuasaan yang mengesahkan menurut ketentuan Perubahan Pertama UUD tetap berada di tangan Presiden. DPR dan Presiden dalam hal ini, Kekuasaan legislatif tetap berada di tangan DPR, namun pengesahan formal produk UU itu dilakukan oleh Presiden. Hal ini justru menunjukkan adanya perimbangan kekuasaan diantara keduanya, yaitu hak Presiden untuk menveto suatu UU yang sudah ditetapkan oleh DPR. Untuk menegaskan hal inilah maka dalam Perubahan Kedua ketentuan Pasal 20 itu ditambah dengan ayat (5) yang memberikan waktu 30 hari bagi Presiden untuk mengesahkan UU itu. Jika dalam batas waktu itu tidak disahkan, maka RUU tersebut dianggap berlaku menjadi UU. Proses pembuatan UU itu dilakukan bersama-sama dalam artian pada tahap pembahasan di DPR, pihak pemerintah sudah terlibat intensif. Akan tetapi, dapat terjadi, bahwa suara partai pemerintah di DPR dikalahkan oleh suara oposisi. Dalam hal ini, maka Presiden dapat menggunakan hak vetonya untuk tidak mengesahkan UU yang sudah disetujui oleh DPR tersebut.
Kekuasaan yang dimiliki DPR dalam membentuk
Undang-Undang
Fungsi utama parlemen pada
hakekatnya adalah fungsi pengawasan dan legislasi, parlemen berfungsi
mengkomunikasikan tuntutan dan keluhan dari berbagai kalangan masyarakat kepada
pihak pemerintah (Parlemen Parle an government). Parlemen berkembang sebagai
alat bagi masyarakat dalam melakukan pengendalian sosial (social control)
terhadap kekuasaan. Tetapi dalam sistem modern sekarang ini, parlemen berubah
menjadi alat dalam komunikasi dan sosialisasi politik kepada masyarakat melalui
perdebatan terbuka (Public Debate) yang melibatkan keahlian legislator.
Sementara instrumen yang dapat digunakan oleh Parlemen untuk menyadar fungsi
pengawasan terhadap jalannya pemerintah secara efektif adalah :
a. Hak
budget
b. Hak
interpelasi
c. Hak
angket
d. Hak
usul resolusi
e. Hak
konfirmasi atau hak memilih calon pejabat tertentu.
Selain
hak yang bersifat kelembagaan, setiap individu anggota parlemen juga dijamin
haknya untuk bertanya dan mengajukan usul pendapat serta hak lain, seperti hak
imunitas dan hak protokoler. Semua hak itu penting sebagai instrumen yang dapat
dipakai dalam menjalankan fungsi pengawasan politik terhadap jalannya
pemerintahan. Selanjutnya,
berkenaan dengan fungsi legislatif, parlemen mempunyai hak-hak seperti : (a)
hak inisiatif, (b) hak amandemen. Dalam sistem bikameral, setiap kamar lembaga
parlemen juga dilengkapi dengan hak veto dalam menghadapi rancangan
Undang-undang yang dibahas oleh kamar yang berbeda.
Hak
veto berfungsi sebagai sarana kontrol terhadap pelaksanaan fungsi legislatif
ini biasanya juga diberikan kepada Presiden, sehingga dalam sistem bikameral
yang pemerintahannya bersifat presidensial, hak veto dimiliki oleh tiga pihak
sekaligus, yaitu presiden, majelis tinggi, dan majelis rendah. Dalam sistem
bikameral yang akan diperkenalkan di Indonesia di masa depan, diusulkan hak
veto dimiliki oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan
Daerah. Melalui mekanisme hak veto itu proses Checks and Balance tidak saja
terjadi diantara parlemen dengan pemerintah tetapi juga diantara sesama
parlemen sendiri.
Bukti bahwa DPR tidak
sepenuhnya memegang kuasa penuh pembentuk UU
Dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 20 ayat 1,
bahwa DPR memegang kuasa pembentuk UU. Tetapi hal tersebut masih terdapat
batasan-batasan dalam pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU). Seperti yang
telah disebutkan dalam Pasal 103 ayat 2, beberapa batasan DPR dalam pengajuan
RUU, yaitu rancangan undang-undang mengenai:
a.
APBN
b.
Penetapan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang menjadi undang-undang; atau
c.
Pencabutan undang-undang atau
pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa DPR tidak
sepenuhnya memegang kakuasaan penuh pembentuk undang-undang. Dalam hal pengusulan
RAPBN, diusulkan oleh Eksekutif/Pemerintah, yaitu diusulkan oleh Kementrian
Bappenas yang usulan tersebut disertai Rencana Kegiatan dan Anggaran
Pemerintah.
2. Mengapa
DPR memang seharusnya tidak sepenuhnya memegang kekuasaan pembentuk
Undang-Undang?
Menurut
pendapat saya, hal tersebut memang
benar, tidak sepenuhnya DPR memegang kekuasaan penuh dalam pembentukan undang-undang, dikarenakan ketika DPR diberikan
wewenang penuh dalam pembuatan undang-undang, maka pasti
akan terjadi kecemburuan sosial antar
lembaga pemerintahan tersebut. Terlebih karena banyaknya anggota DPR yang terpilih bukan hanya
dari satu partai yang sama melainkan
dari banyak partai. Di situ akan terjadi yang namanya kompetisi,
entah dari kedudukan atau pun dalam
pembentukan undang-undang. Kemungkinan akan terjadi bahwa anggota DPR akan lebih banyak
memenuhi kepentingan dari daerah perwakilannya masing-masing. Karena memang disetiap anggota DPR berhak
dan wajib memperjuangkan kesejahteraan rakyat daerah perwakilannya, namun di
dalamnya akan ada kompetisi yang ketat
yang menyebabkan ketidakfokusan para wakil
rakyat
didalam parlemen.
Kesimpulan
Dalam
hal kewenangan dewan legislatif, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 20
ayat 1 UUD 1945 bahwa DPR memegang kuasa pembentuk UU. Namun dalam prakteknya,
DPR tidak sepenuhnya memegang kuasa penuh dalam pembentuk UU. DPR juga tidak memiliki kuasa
dalam pembentukan
Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN. Yang berhak mengusulkan RUU APBN hanyalah dewan eksekutif, tetapi
dalam pengesahan tetap harus adanya persetujuan dari DPR. Hal tersebut diatas
menunjukkan bahwa DPR tidak sepenuhnya punya kekuasan pembentuk undang-undang..
DPR diberikan kekuasaan penuh pembentuk undang-undang, menurut saya hal yang
sudah pasti terjadi adalah tidak kondusifnya parlemen. Hal tersebut dikarenakan
akan adanya kecemburuan sosial
didalam parlemen akibat
undang-undang yang dibuatnya. Untuk setiap anggota DPR diberikan hak dan
kewajiban untuk mensejahterakan
rakyat di daerah perwakilannya. Tetapi pasti akan terjadi kompetisi didalam penentuan kebijakan
, yang padahal mengingat anggota DPR
terpilih tidak hanya berasal dari satu partai dengan wilayah geografis dan
jumlah penduduk yang sama melainkan dari
banyak partai dan dari daerah yang berbeda-beda .
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar