Rabu, 11 November 2015

Ketatanegaraan Indonesia ( Dewan Legislasi Pemegang Kekuasaan Pembuat UU)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR RI) ATAU DEWAN LEGISLASI YANG TIDAK SEPENUHNYA MEMEGANG KEKUASAAN PENUH PEMBUAT UNDANG-UNDANG





Penulis : Nandang Krisna Saktiokta
NPM   : 14400014

 

ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2015/2016



ABSTRAK
            DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau  dewan legislasi merupakan Dewan yang memiliki fungsi memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Dewan legislasi atau DPR-RI merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR  memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang seperti hal yang telah tercantum dalam Pasal 20 (ayat 1) UUD 1945 bahwa, “Dewan Perwakilan Rakyat  (DPR)memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Dalam perannya  dipemerintahan negara Indonesia, DPR tidak memiliki kekuasaan penuh dalam membuat Undang-Undang. Adanya beberapa faktor yang menyebabkan DPR tidak sepenuhnya mempunyai kekuasaan dalam merancang dan membuat Undang-Undang, meskipun telah disebutkan didalam Pasal 22 (ayat 1) UUD 1945 bahwa DPR mempunyai fungsi legislasi. Maka dari itu, perlunya adanya analisis mengenai tugas, fungsi, hak, serta kewajiban DPR agar didapatkan alasan DPR bukan sebagai pemegang kuasa penuh pembentuk Undang-Undang.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau biasa disebut DPR-RI adalah merupakan satu lembaga tinggi pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan salah satu lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri dari anggota-anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum atau Pemilu. DPR memiliki tugas, fungsi, hak, serta kewajiban yang harus atau wajib dilaksanakan oleh para anggota DPR tersebut setiap periode jabatannya.
            DPR memiliki tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan dalam perannya sebagai wakil rakyat yakni sebagai berikut :
1.  Hak Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.   Hak Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.  Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
  1. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
  2. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
  3. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
            Selain ketiga hak yang dimiliki oleh DPR diatas, para anggota DPR juga memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut :
Hak Anggota DPR terdiri dari:
  1. hak mengajukan usul rancangan undang-undang;
  2. hak mengajukan pertanyaan;
  3. hak menyampaikan usul dan pendapat;
  4. hak memilih dan dipilih;
  5. hak membela diri;
  6. hak imunitas;
  7. hak protokoler;
  8. hak keuangan dan administratif;
  9. hak pengawasan;
  10. hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dapil;
  11. hak melakukan sosialisasi undang-undang.

Kewajiban Anggota DPR adalah:
  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
  5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
  6. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
  7. menaati tata tertib dan kode etik;
  8. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
  9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
  10. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
  11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Tugas dan Wewenang
Terkait pada fungsi legislasinya, DPR memiliki tugas dan wewenang, yakni :
  • Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
  • Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
  • Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
  • Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
  • Menetapkan UU bersama dengan Presiden
  • Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Tugas dan wewenang DPR yang lainnya, antara lain:
  • Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
  • Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
  • Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
  • Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  • Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
  • Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden
            Salah satu hal yang sangat penting yang harus dibahas disini ialah mengenai fungsi legislasi DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, yaitu memegang kekuasaan pembuat Undang-undang. Mengapa hal ini perlu dibahas? Karena DPR tidak bisa berdiri sendiri dalam hal membuat Undang-Undang. Bukan kekuasaan penuh DPR untuk membuat Undang-Undang. Dalam artikel ini, akan dijelaskan kenapa DPR tidak memiliki fungsi sepenuhnya atas pembuatan Undang-Undang sesuai dengan fungsi legislasinya.

Rumusan masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah artikel ini adalah :
1.      Sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 : DPR memegang kekuasaan pembentuk UU (Pasal 20 ayat 1). Tetapi pada prakteknya DPR tidak sepenuhnya memegang kekuasaan penuh , apa buktinya bahwa DPR tidak memegang kekuasaan penuh dalam pembuatan undang-undang ?
2.      Mengapa DPR memang seharusnya tidak memegang kekuasaan penuh pembentuk undang-undang ?
Tujuan
Tujuan dari ditulisnya artikel ini adalah :
1.      Memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah SANI (Sistem Administrasi Negara Indonesia)
2.      Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa tentang sistem ketatanegaraan Indonesia.
3.      Memberikan pemahaman tentang arti penting DPR (parlemen) dalam pemerintahan Indonesia.


Ø  PEMBAHASAN

  1. Bukti Dimana DPR Tidak Sepenuhnya Menjadi Pemegang Kekuasaan Penuh Pembuat Undang-Undang
              Sebelum Amandemen UUD 1945
Dalam masa pemerintahan Orde Baru (Soeharto), kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan Presiden. DPR hanya sekedar memberikan persetujuan atas undang-undang itu. Sehingga, ketika Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa "susunan MPR di tetapkan dengan undang-undang" , maka pemerintah soeharto menyusun MPR dengan cara mengangkat 60 persen dari fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Pemerintahan orde baru memang boleh dikatakan telah berhasil membongkar bangunan idealitas dari masing-masing institusi dari penyelenggara negara, dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mengamankan posisi eksekutif (Presiden). Seluruh institusi berhasil dimasuki dan dikontrol agar selalu mendukung dan mengamankan posisi sang Presiden. alhasil orde baru berhasil dikuasai Presiden Soeharto selama 32 tahun, walaupun UUD 1945 telah ditafsirkan secara sepihak olehnya.
Dalam fungsi legislasi pada masa orde baru, kekuasan membuat undang-undang dipegang oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang untuk berlakunya undang-undang itu harus mendapat pengesahan terlebih dahulu oleh Presiden. Sehingga, semua undang-undang yang disahkan tidak akan merugikan kekuasaan presiden, yang apabila ada undang-udang yang disinyalir merugikan Presiden, pasti tidak akan disahkan olehnya, seperti nasib undang-undang penyiaran dan sebagainya .



DPR setelah Amandemen
   Adanya amandemen terhadap UUD 1945 sangat memepengaruhi posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk Undang-Undang, yang sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuan saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme pembentukan Undang-Undang. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
Perubahan sebelum amandemen dan sesudah amandemen tersebut dapat disimpulkan menjadi Salah satu perubahan substantif yang telah dilakukan dalam rangka Perubahan Pertama UUD 1945 pada Sidang Umum MPR bulan November 1999 adalah soal cabang kekuasaan legislatif yang secara tegas dipindahkan dari Presiden ke DPR. Dalam Pasal 5 ayat (1) lama, ditegaskan bahwa “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) baru berdasarkan Perubahan Pertama tersebut ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Sebaliknya dalam Pasal 20 ayat (1) baru dinyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”
         Memang benar bahwa meskipun dikatakan pemegang kekuasaan membentuk UU itu dipindahkan ke DPR, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa proses pembuatan UU itu tetap dilakukan bersama-sama antara Presiden dengan DPR. Lagi pula, meskipun UU ditetapkan oleh DPR, kekuasaan yang mengesahkan menurut ketentuan Perubahan Pertama UUD tetap berada di tangan Presiden. DPR dan Presiden dalam hal ini, Kekuasaan legislatif tetap berada di tangan DPR, namun pengesahan formal produk UU itu dilakukan oleh Presiden. Hal ini justru menunjukkan adanya perimbangan kekuasaan diantara keduanya, yaitu hak Presiden untuk menveto suatu UU yang sudah ditetapkan oleh DPR. Untuk menegaskan hal inilah maka dalam Perubahan Kedua ketentuan Pasal 20 itu ditambah dengan ayat (5) yang memberikan waktu 30 hari bagi Presiden untuk mengesahkan UU itu. Jika dalam batas waktu itu tidak disahkan, maka RUU tersebut dianggap berlaku menjadi UU. Proses pembuatan UU itu dilakukan bersama-sama dalam artian pada tahap pembahasan di DPR, pihak pemerintah sudah terlibat intensif. Akan tetapi, dapat terjadi, bahwa suara partai pemerintah di DPR dikalahkan oleh suara oposisi. Dalam hal ini, maka Presiden dapat menggunakan hak vetonya untuk tidak mengesahkan UU yang sudah disetujui oleh DPR tersebut.

Kekuasaan yang dimiliki DPR dalam membentuk Undang-Undang
            Fungsi utama parlemen pada hakekatnya adalah fungsi pengawasan dan legislasi, parlemen berfungsi mengkomunikasikan tuntutan dan keluhan dari berbagai kalangan masyarakat kepada pihak pemerintah (Parlemen Parle an government). Parlemen berkembang sebagai alat bagi masyarakat dalam melakukan pengendalian sosial (social control) terhadap kekuasaan. Tetapi dalam sistem modern sekarang ini, parlemen berubah menjadi alat dalam komunikasi dan sosialisasi politik kepada masyarakat melalui perdebatan terbuka (Public Debate) yang melibatkan keahlian legislator. Sementara instrumen yang dapat digunakan oleh Parlemen untuk menyadar fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintah secara efektif adalah :
a.       Hak budget
b.      Hak interpelasi
c.       Hak angket
d.      Hak usul resolusi
e.       Hak konfirmasi atau hak memilih calon pejabat tertentu.
Selain hak yang bersifat kelembagaan, setiap individu anggota parlemen juga dijamin haknya untuk bertanya dan mengajukan usul pendapat serta hak lain, seperti hak imunitas dan hak protokoler. Semua hak itu penting sebagai instrumen yang dapat dipakai dalam menjalankan fungsi pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan. Selanjutnya, berkenaan dengan fungsi legislatif, parlemen mempunyai hak-hak seperti : (a) hak inisiatif, (b) hak amandemen. Dalam sistem bikameral, setiap kamar lembaga parlemen juga dilengkapi dengan hak veto dalam menghadapi rancangan Undang-undang yang dibahas oleh kamar yang berbeda.
Hak veto berfungsi sebagai sarana kontrol terhadap pelaksanaan fungsi legislatif ini biasanya juga diberikan kepada Presiden, sehingga dalam sistem bikameral yang pemerintahannya bersifat presidensial, hak veto dimiliki oleh tiga pihak sekaligus, yaitu presiden, majelis tinggi, dan majelis rendah. Dalam sistem bikameral yang akan diperkenalkan di Indonesia di masa depan, diusulkan hak veto dimiliki oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah. Melalui mekanisme hak veto itu proses Checks and Balance tidak saja terjadi diantara parlemen dengan pemerintah tetapi juga diantara sesama parlemen sendiri.
Bukti bahwa DPR tidak sepenuhnya memegang kuasa penuh pembentuk UU
            Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 20 ayat 1, bahwa DPR memegang kuasa pembentuk UU. Tetapi hal tersebut masih terdapat batasan-batasan dalam pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU). Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 103 ayat 2, beberapa batasan DPR dalam pengajuan RUU, yaitu rancangan undang-undang mengenai: 
a.       APBN
b.      Penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang; atau
c.       Pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa DPR tidak sepenuhnya memegang kakuasaan penuh pembentuk undang-undang. Dalam hal pengusulan RAPBN, diusulkan oleh Eksekutif/Pemerintah, yaitu diusulkan oleh Kementrian Bappenas yang usulan tersebut disertai Rencana Kegiatan dan Anggaran Pemerintah.




 2. Mengapa DPR memang seharusnya tidak sepenuhnya memegang kekuasaan pembentuk Undang-Undang?
Menurut pendapat saya, hal tersebut memang benar, tidak sepenuhnya DPR memegang kekuasaan penuh dalam pembentukan undang-undang, dikarenakan ketika DPR diberikan wewenang penuh dalam pembuatan undang-undang, maka pasti akan terjadi kecemburuan sosial antar lembaga pemerintahan tersebut. Terlebih karena banyaknya anggota DPR yang terpilih bukan hanya dari satu partai yang sama melainkan dari banyak partai. Di situ akan terjadi yang namanya kompetisi, entah dari kedudukan atau pun dalam pembentukan undang-undang. Kemungkinan akan  terjadi bahwa anggota DPR akan lebih banyak memenuhi kepentingan dari daerah perwakilannya masing-masing. Karena memang disetiap anggota DPR berhak dan wajib memperjuangkan kesejahteraan rakyat daerah perwakilannya, namun di dalamnya akan ada kompetisi yang ketat yang menyebabkan ketidakfokusan para wakil rakyat didalam parlemen.



Kesimpulan
Dalam hal kewenangan dewan legislatif, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 bahwa DPR memegang kuasa pembentuk UU. Namun dalam prakteknya, DPR tidak sepenuhnya memegang kuasa penuh dalam pembentuk UU. DPR juga tidak memiliki kuasa dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN. Yang berhak mengusulkan RUU APBN hanyalah dewan eksekutif, tetapi dalam pengesahan tetap harus adanya persetujuan dari DPR. Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa DPR tidak sepenuhnya punya kekuasan pembentuk undang-undang.. DPR diberikan kekuasaan penuh pembentuk undang-undang, menurut saya hal yang sudah pasti terjadi adalah tidak kondusifnya parlemen. Hal tersebut dikarenakan akan adanya kecemburuan sosial didalam parlemen akibat undang-undang yang dibuatnya. Untuk setiap anggota DPR diberikan hak dan kewajiban untuk mensejahterakan rakyat di daerah perwakilannya. Tetapi pasti akan terjadi kompetisi didalam penentuan kebijakan , yang padahal mengingat anggota DPR terpilih tidak hanya berasal dari satu partai dengan wilayah geografis dan jumlah penduduk yang sama melainkan dari banyak partai dan dari daerah yang berbeda-beda .



DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar